MALANG [2] Sehari Metik Apel di Kota Batu
Minggu, langit Kota Malang begitu cerah. Jam menunjukan pukul 08.00 WIB, ketika rombongan kami menumpangi bus pariwisata mulai bergerak dari Hotel 101 di Jalan Dr Cipto, No 11 Pamal Celaket, Klojen, Kota Malang menuju Kota Batu, Jawa Timur.
Sepanjang perjalanan, seorang pemandu wisata, Azizah menjelaskan banyak hal soal wisata di kota dengan slogan Malang Kececwara itu. Waktu tempuh lintas darat sekitar satu jam. Setiba di terminal bus Batu, seluruh penumpang turun dan melanjutkan perjalanan ke kebun apel yang membawa nama Batu menjadi tersohor ke dunia internasional itu.
Dengan minibus bercat kuning kami menuju kebun apel di kawasan Sumber Kondo Kecamatan Bumi Aji, Kota Batu. Butuh waktu sekitar 10 menit dari terminal menuju kebun apel.
Sedikit menanjak menuju areal perkebunan apel yang tumbuh subur di kawasan itu. Ribuan hektare apel manalagi membentang sepanjang mata memandang. “Sialakan, makan sepuasnya, sesukanya. Kalau bawa pulang sekilonya 25.000,” kata pekerja kebun, Toriq sembari membagi-bagikan kantongan plastik pada wisatawan yang memenuhi kebunnya pagi itu.
Ketika memasuki kebun, puluhan ibu-ibu asal Bangka Belitung telah selesai memetik apel. Mereka berseragam, di tangan kanan-kiri kantung plastik telah penuh. “Batasnya parit ini ya. Kalau ke sana jangan dipetik, baru disemprot pestisida. Jadi tidak bagus untuk kesehatan,” kata Toriq memberi panduan.
Maka, berhamburanlah rombongan memilih apel berwarna hijau sebesar kepalan tangan itu. “Walau kecil, tak asam,” Toriq berpromosi.
Sedangkan pemandu wisata kami, Azizah akrab disapa Zie, menyebutkan saban hari petani apel di Kota Batu dikunjungi minimal dua atau tiga rombongan yang ingin berwisata petik apel.
“Kalau ke Malang, dua hal wajib dilakukan wisatawan, ke Batu untuk petik apel, dan melihat matahari tenggelam atau terbit di Bromo,” sebut Zie.
Matahari mulai menanjak, pengunjung terus berkeliling kebun. Berfoto bersama dengan buah apel, plus beramai-ramai berswafoto.
Setelah lelah naik dan turun gunung mencari buah nan segar, pengunjung pun mengakhiri kunjungan. Di pintu masuk kebun, pekerja menunggu. Lalu menimbang satu demi satu kantungan plastik.
Umumnya pengunjung membawa satu atau dua kilogram apel. “Alhamdulillah ramai saja yang datang. Apel ini kami kirim juga berbagai kota di Indonesia,” kata Toriq.
Nah, penasaran sensasi makan apel langsung di pohonnya? Maka, ketika ke Malang, silakan langkahkan kaki hingga ke Kota Batu. Di sana, ranum apel menunggumu. |MASRIADI SAMBO
You may be interested
Buku Pengantar Jurnalisme Multiplatform Cetak Ulang ke 2
masriadisambo - Des 02, 2018Buku Pengantar Jurnalisme Multiplatform karya Masriadi Sambo (dosen Ilmu Komunikasi Universitas Malikussaleh dan jurnalis Kompas.com) dan Jafaruddin Yusuf (Jurnalis Harian…
Di Tengah Desing Mesiu
masriadisambo - Nov 09, 2018CERPEN : Masriadi Sambo |Republika | 4 November 2018 Kami duduk selonjor di teras rumah, setelah berziarah, ke…
MALANG [1] Menyesap Oksigen, Menikmati Musik
masriadisambo - Okt 22, 2018UDARA dingin membakap Kota Malang, Sabtu (20/10/2018). Kami menyusuri Kota Malang menuju Jalan Sidomakmur, No 86, Letak Sari, Mulyoagung, Dau,…