Header Ad

Kisah Pilu Menaiki Rakit untuk Jalan Pulang

7 Oktober 2018
649 Views

JAM menunjukan pukul 08.00 WIB, Sabtu (6/10/2018). Sepagi itu Nur Kemala, warga Desa Paya Lueng Jalo, Kecamatan Pirak Timu, Kabupaten Aceh Utara berdiri di hamparan air bah membentang di depannya di Desa Leubok Pirak, Kecamatan Pirak Timu, Aceh Utara. Ya, dia baru saja pulang dari Kota Lhokseumawe menuju rumahnya. Mahasiswi salah satu perguruan tinggi negeri itu tak punya pilihan lain selain menumpang rakit yang disediakan warga.

Jalanan yang menghubungkan Kecamatan Pirak Timu dengan Kecamatan Matangkuli, Kabupaten Aceh Utara membentang tertutup air yang membuncang dari Krueng (sungai) Pirak, di kawasan itu.

Ketinggian air bervariari mulai 80 sentimeter hingga satu meter. Di sebagian pemukiman penduduk ketinggian air bahkan sampai satu setengah meter. Kawasan itu memang langganan terendam banjir. Namun, kali ini penyebabnya karena sejumlah tanggul yang membentengi Krueng Keureuto dan Krueng Pirak jebol.

Sehingga air sungai meluber ke pemukiman dan jalan yang dilalui warga. Curah hujan di kawasan pegunungan membuat debit dua sungai utama itu meningkat. Sehingga sebagian tanggul jebol dan air mengalir ke pemukiman.

“Terpaksa naik rakit. Tak ada solusi lain jika sudah begini, satu-satunya transportasi agar bisa pulang ke rumah ya rakit,” sebut Nur Kemala.

Rakit dari papan itu dibangun seadanya oleh warga. Penumpang harus merogoh kocek mulai Rp 5.000-Rp 15.000. Tergantung jenis kendaraan yang digunakan. Hampir 200 meter rakit itu akan ditarik sejumlah warga. Penumpang berdiri sembari memegangi sepeda motor.

“Bagi yang tak biasa, ini akan menjadi pengalaman menakutkan,” terang Nur Kemala.

Sebagian warga memilih tak pulang ke rumah, menunggu air surut. Bahkan, sebagian lagi menginap di rumah keluarganya. “Takut saja kalau naik rakit,” ujar warga lainnya, Siti Sarah.

Dia memilih menginap di rumah bibinya di Desa Keudee, Kecamatan Matangkuli, Aceh Utara. “Besok saja pulang ke rumah di Desa Alue Bungkoh, Pirak Timu. Saya takut naik rakit, membayangkan jatuh ke banjir itu sungguh menakutkan,’ katanya.

Sementara bagi masyarakat yang membuat rakit, tujuannya bukan semata-mata karena uang. Mereka berniat membantu sesama warga agar bisa menyeberangi banjir. “Agar sepeda motor atau mobil warga aman, tak masuk air banjir,” kata Hidayat (20) seorang pekerja penarik rakit.

Kawasan itu baru empat hari lalu terendam banjir. Bahkan dua minggu lalu juga direndam banjir. Bagi masyarakat di pedalaman Kabupaten Aceh Utara itu, dalam setahun bisa mengalami 28 kali terendam banjir.

“Idealnya, pemerintah menyiagakan perahu karet atau rakit atau apa pun lah namanya untuk warga melewati banjir. Bisa ditempatkan di kantor camat, begitu banjir langsung bisa dioperasikan untuk membantu warga menyeberang,” harap Sirajul Munir, warga lainnya.

Sementara itu, Kepala Bagian, Hubungan Masyarakat, Pemerintah Kabupaten Aceh Utara, Teuku Nadirsyah, menyebutkan banjir kali ini disebabkan sejumlah tanggul jebol. “Upaya perbaikan tanggul mulai dilakukan sejak tadi malam. Misalnya itu di perbaiki tanggul di Desa Kumbang, Lhoksukon Tengah, Aceh Utara, Kita upayakan perbaikan segera dan menyeluruh, agar tak terlalu meluas banjirnya,” sebut Nadir.

Data yang diperoleh Kompas.com, banjir juga merendam Desa Geulumpang, Desa Kumbang, Desa Dayah, dan Desa Krueng, Kecamatan Lhoksukon, Aceh Utara. Di Kecamatan Pirak Timu, banjir merendam Desa Leubok Pirak, Rayeuk Pange, Pantai Pirak.

Diperkirakan, jika tak segera ditangani tanggul jebol, maka kecamatan lainnya yang akan terendam yaitu Kecamatan Matangkuli dan Kecamatan Tanah Luas, Aceh Utara. “Kami upayakan secepat mungkin memperbaikinya. Tim teknis bekerja sejak semalam sampai sekarang,” pungkas Teuku Nadirsyah.

Derita warga terendam banjir masih terus terjadi. Jika hari ini disebabkan tanggul jebol, di lain waktu disebabkan melubernya debit air sungai ke pemukiman warga. Banjir persoalan klasik yang belum teratasi hingga kini. Dan, siang semakin meninggi. Masyarakat lalu lalang, naik dan turun dari rakit. Sembari berharap, agar hujan tak turun, agar banjir segera surut, agar mereka nyaman berpergian hari ini, esok dan seterusnya.

|MASRIADI SAMBO

You may be interested

Buku Pengantar Jurnalisme Multiplatform Cetak Ulang ke 2
BUKU
0 shares736 views
BUKU
0 shares736 views

Buku Pengantar Jurnalisme Multiplatform Cetak Ulang ke 2

masriadisambo - Des 02, 2018

Buku Pengantar Jurnalisme Multiplatform karya Masriadi Sambo (dosen Ilmu Komunikasi Universitas Malikussaleh dan jurnalis Kompas.com) dan Jafaruddin Yusuf (Jurnalis Harian…

Di Tengah Desing Mesiu 
CATATAN
0 shares713 views
CATATAN
0 shares713 views

Di Tengah Desing Mesiu 

masriadisambo - Nov 09, 2018

  CERPEN : Masriadi Sambo |Republika | 4 November 2018   Kami duduk selonjor di teras rumah, setelah berziarah, ke…

MALANG [2]  Sehari Metik Apel di Kota Batu
TRAVEL
0 shares638 views
TRAVEL
0 shares638 views

MALANG [2] Sehari Metik Apel di Kota Batu

masriadisambo - Okt 25, 2018

Minggu, langit Kota Malang begitu cerah. Jam menunjukan pukul 08.00 WIB, ketika rombongan kami menumpangi bus pariwisata mulai bergerak dari…

Leave a Comment

Your email address will not be published.