Header Ad

Saya dan Serambi Indonesia II

10 Februari 2017
775 Views

TAHUN lalu saya mencatatkan ingatan soal aktivitas saya selama empat tahun lebih bekerja di Serambi Indonesia. Koran mainstream terbesar di Aceh. Lahir sejak 9 Februari 1989 silam. Kini, koran anak perusahaan Kompas Gramedia itu, berusia 28 tahun. Usia cukup lama, di tengah minat baca yang kian memburuk di Aceh akhir-akhir ini. Di tengah gempuran digital dan media daring yang tumbuh mengikuti penetrasi internet di Sumatera.

Saya meyakini, era digital pasar koran akan terus mengecil. Era printing akan segera berakhir. Namun, tentu ini tak akan secepat yang dibayangkan oleh Bill Gates, bahwa tahun 2010 semua era cetak akan tinggal nama.

Khusus untuk Aceh, tampaknya “kematian” era cetak itu masih lama. Jaringan internet di bumi syariah ini belum begitu baik. Sehingga, pembaca digital belum begitu besar jumlahnya. Saya memperkirakan, 20 tahun ke depan, Serambi Indonesia edisi printing masih bertahan dengan baik. Bahwa ada pengurangan oplah itu keniscayaan. Bahwa Serambi akan tumbuh di sisi lain itu suatu keniscayaan juga.

Manajemen media sepantasnya menerapkan berbagai kemampuan untuk meraup laba. Ingat, ini industri. Saya senang melihat Serambi memiliki even organizer, melahirkan Serambi Radio dan bisa streaming, begitu juga melahirkan prohaba online dan serambinews online.

Untuk melahirkan Prohaba.co dan Serambinews.com, saya berpendat bahwa jangan menggunakan nama yang sama dengan edisi printing. Jika ini dilakukan, maka banalitas akan terjadi. Serambinews akan menggerus pasar edisi cetak, begitu juga Prohaba. Ada baiknya, manajemen Serambi Indonesia, melahirkan edisi online dengan nama lain. Sehingga, pasar tetap terjaga.

Kecuali jika menampilkan format lain pemberitaan. Contoh, Kompas.com dan Tempo.co. Dua media ini menggunakan nama yang sama dengan edisi cetak. Namun, pemberitaannya murni gaya online. Sehingga, pasar cetak tidak terganggu.

Sisi lain, yang hilang di Harian Serambi Indonesia akhir-akhir ini adalah humans interest. Konsep side bar, point to point dan humanst interest tampaknya tak berjalan dengan baik. Padahal, salah satu kekuatan cetak adalah sisi kemanusiaan yang disajikan dengan gaya bertutur.

Format liputan mendalam juga menjadi daya tarik tersendiri media cetak. Nah, tampaknya, Bang Mawardi, Bang Yarmen, Bang Nasir Nurdin (BNN) perlu menggenjot kembali ketajaman kawan-kawan lapangan untuk menulis news story saban hari. Jika tak mungkin, bisa sepekan dua atau tiga kali.

***

Bulan lalu, saya berkunjung ke Kantor Serambi Indonesia, di Meunasah Mayang PA, Aceh Besar. Ini kunjungan kesekian sejak tidak menjadi wartawan Serambi Indonesia. Setiap berkunjung, disambut dengan hangat, oleh para redaktur, dan sebagian wartawan baru yang saya tidak kenal.

Kami berdiskusi terbahak, tertawa sepuasnya sembari melihat para redaktur yang sedang berkejaran dengan waktu mengedit berita. Tentu ini kejadian malam hari. Jika sore atau pagi, kami bisa duduk ngopi dengan sangat santai. Bang Yarmen sambil handphone ditelinga masih sempat mengecek versi print sebelum naik cetak. Lalu mengoreksi beberapa kata yang tidak sesuai dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Itu sekarang. Dulu, sebagai “prajurit” lapangan yang ngepos menjaga segala peristiwa di Aceh Utara tentu saya dan kawan lainnya jarang berkunjung ke markas besar yang dari waktu ke waktu kian mewah itu.

Layaknya prajurit berkunjung ke markas tentu jika ada keperluan mendesak, atau dipanggil untuk mengikuti rapat akhir tahun. Setiap rapat ini ajang evaluasi kinerja. Dari sinilah, kami belajar bahwa yang ini dan itu salah, kurang menarik dan seterusnya.

Saya selalu berbahagia pernah menjadi bagian Serambi Indonesia. Bagi saya, Serambi Indonesia sebuah laboratorium pusat pendidikan dan pembelajaran. Dari sana kami belajar banyak hal. Semoga di usia 28 tahun ini, Serambi semakin “keras” mengawal pembangunan Aceh. Semakin terdepat menyajikan sisi humanis.

Dan, satu hal, saya merasakan hal yang sama saat bergabung ke Kompas.com. Selamat ulang tahun Serambi Indonesia. |MASRIADI SAMBO

 

You may be interested

Buku Pengantar Jurnalisme Multiplatform Cetak Ulang ke 2
BUKU
0 shares740 views
BUKU
0 shares740 views

Buku Pengantar Jurnalisme Multiplatform Cetak Ulang ke 2

masriadisambo - Des 02, 2018

Buku Pengantar Jurnalisme Multiplatform karya Masriadi Sambo (dosen Ilmu Komunikasi Universitas Malikussaleh dan jurnalis Kompas.com) dan Jafaruddin Yusuf (Jurnalis Harian…

Di Tengah Desing Mesiu 
CATATAN
0 shares721 views
CATATAN
0 shares721 views

Di Tengah Desing Mesiu 

masriadisambo - Nov 09, 2018

  CERPEN : Masriadi Sambo |Republika | 4 November 2018   Kami duduk selonjor di teras rumah, setelah berziarah, ke…

MALANG [2]  Sehari Metik Apel di Kota Batu
TRAVEL
0 shares643 views
TRAVEL
0 shares643 views

MALANG [2] Sehari Metik Apel di Kota Batu

masriadisambo - Okt 25, 2018

Minggu, langit Kota Malang begitu cerah. Jam menunjukan pukul 08.00 WIB, ketika rombongan kami menumpangi bus pariwisata mulai bergerak dari…

Leave a Comment

Your email address will not be published.