Siap-siap Kehabisan Kue Pancong
Kue ini berada di pasar tradisional. Konon katanya berasal dari penganan khas Betawi. Namun, di sini, Lhokseumawe kue ini juga menjadi penganan tradisional nan nikmat.
MATAHARI mulai tenggelam, Sabtu (21/1/2017). Namun, sinarnya masih cukup terang sore itu. Berpendar kekuningan menjelang senja.
Satu per satu masyarakat singgah ke kedai Kue Pancong, di Pasar Pusong, Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe. Letaknya persis di sisi kiri, jalan yang menghubungkan pasar sayur dan pasar ikan kota itu.
“Saya bungkus Rp 5.000 ya,” kata seorang ibu kepada Maulana, si penjual kue tradisional Lhokseumawe itu. “Maaf bu, sudah habis,” jawab Maulana tersenyum. Sang ibu pun lalu berlalu dengan raut wajah kecewa.
Di depannya, sekitar tujuh orang pembeli sedang menunggu. Mereka berdiri persisi di meja yang dijadikan dapur oleh Maulana. Usaha itu milik orang tuanya.
Sejurus kemudian, seorang pembeli yang telah mengantre mengingatkan Maulana. “Saya Rp 7.000 ya?” Maulana lalu menoleh. Tersenyum. “Jangan Rp 7.000. Hanya Rp 5.000 yang bisa, kalau untuk ibu semua, tidak cukup untuk yang lainnya,” kata remaja murah senyum ini.
Begitulah kesibukan Maulana sore itu. Harga kue pancong itu hanya Rp 500 per potong. Di sebelah kanan Maulana terdapat baskom berisi adonan kue, lalu dia mengambilnya dengan mangkuk plastik, meletakannya pada cetakan yang telah dipanaskan.
Adonan kue pancong dari tepung beras dicampur parutan kelapa itu telah disiapkan di rumah. Setidaknya, dua karung tepung tandas setiap hari. “Dua karung tepung beras habis tiap hari. Kami mulai berjualan jam 08.30 WIB, sampai sore begini. Itu pun pasti masih ada pembeli yang tidak kebagian,” terangnya.
Ketika kue pancong mulai berubah warna dari putih ke menguning, Maulana langsung mengangkatnya. Membungkusnya dan menyerahkan pada pembeli yang setia menunggu.
Soal rasa, jangan khawatir. Padu padan tepung beras dan parutan kelapa nan serta santan begitu terasa. Sungguh nikmat. Selain itu, harga terbilang terjangkau.
Salah seorang pembeli, Umi Arza menyebutkan, putranya sangat menyukai kue itu. “Jadi sekalian belanja sayur atau ikan, pasti singgah beli kue ini,” ujarnya.
Namun, sambung Umi Arza, harus datang lebih awal. Jika tidak, dipastikan kue itu akan tandas. Nah, Anda penasaran menikmati penganan tradisional itu? Maka siap-siaplah kehabisan kue pancong.
|MASRIADI SAMBO
You may be interested
Buku Pengantar Jurnalisme Multiplatform Cetak Ulang ke 2
masriadisambo - Des 02, 2018Buku Pengantar Jurnalisme Multiplatform karya Masriadi Sambo (dosen Ilmu Komunikasi Universitas Malikussaleh dan jurnalis Kompas.com) dan Jafaruddin Yusuf (Jurnalis Harian…
Di Tengah Desing Mesiu
masriadisambo - Nov 09, 2018CERPEN : Masriadi Sambo |Republika | 4 November 2018 Kami duduk selonjor di teras rumah, setelah berziarah, ke…
MALANG [2] Sehari Metik Apel di Kota Batu
masriadisambo - Okt 25, 2018Minggu, langit Kota Malang begitu cerah. Jam menunjukan pukul 08.00 WIB, ketika rombongan kami menumpangi bus pariwisata mulai bergerak dari…